Kecerdasan Buatan (AI) dalam Robotika
Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) dalam robotik adalah suatu algorithma (yang dipandang) cerdas yang diprogramkan ke dalam kontroler robot. Pengertian cerdas di sini sangat relatif, karena tergantung dari sisi mana sesorang memandang.
Para filsuf diketahui telah mulai ribuan tahun yang
lalu mencoba untuk memahami dua pertanyaan mendasar: bagaimanakah
pikiran manusia itu bekerja, dan, dapatkah yang bukan-manusia itu
berpikir? (Negnevitsky, 2004). Hingga sekarang, tak satupun mampu
menjawab dengan tepat dua pertanyaan ini. Pernyataan cerdas yang pada
dasarnya digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir manusia selalu
menjadi perbincangan menarik karena yang melakukan penilaian cerdas atau
tidak adalah juga manusia. Sementara itu, manusia tetap bercita-cita
untuk menularkan kecerdasan manusia kepada mesin.
Dalam literatur, orang pertama yang dianggap
sebagai pionir dalam mengembangkan mesin cerdas (intelligence machine)
adalah Alan Turing, sorang matematikawan asal Inggris yang memulai karir
saintifiknya di awal tahun 1930-an. Di tahun 1937 ia menulis paper
tentang konsep mesin universal (universal machine). Kemudian, selama
perang dunia ke-2 ia dikenal sebagai pemain kunci dalam penciptaan
Enigma, sebuah mesin encoding milik militer Jerman. Setelah perang,
Turing membuat automatic computing engine. Ia dikenal juga sebagai
pencipta pertama program komputer untuk bermain catur, yang kemudian
program ini dikembangkan dan dimainkan di komputer milik Manchester
University. Karya-karyanya ini, yang kemudian dikenal sebagai Turing
Machine, dewasa ini masih dapat ditemukan aplikasi-aplikasinya. Beberapa
tulisannya yang berkaitan dengan prediksi perkembangan komputer di masa
datang akhirnya juga ada yang terbukti. Misalnya tentang ramalannya
bahwa di tahun 2000-an komputer akan mampu melakukan percakapan dengan
manusia. Meski tidak ditemukan dalam paper-papernya tentang istilah
resmi : artificial intelligence, namun para peneliti di bidang ini
sepakat untuk menobatkan Turing sebagai orang pertama yang mengembangkan
kecerdasan buatan.
Secara saintifik, istilah kecerdasan buatan untuk
selanjutnya disebut sebagai AI (artificial intelligence) pertama kali
diperkenalkan oleh Warren McCulloch, seorang filsuf dan ahli perobatan
dari Columbia University, dan Walter Pitts, seorang matematikawan muda
pada tahun 1943, (Negnevitsky, 2004). Mereka mengajukan suatu teori
tentang jaringan saraf tiruan (artificial neural network, ANN) untuk
selanjutnya disebut sebagai ANN � bahwa setiap neuron dapat
dipostulasikan dalam dua keadaan biner, yaitu ON dan OFF. Mereka mencoba
menstimulasi model neuron ini secara teori dan eksperimen di
laboratorium. Dari percobaan, telah didemonstrasikan bahwa model
jaringan saraf yang mereka ajukan mempunyai kemiripan dengan mesin
Turing, dan setiap fungsi perhitungan dapat dapat diselesaikan melalui
jaringan neuron yang mereka modelkan.
Kendati mereka meraih sukses dalam pembuktian aplikasinya, pada akhirnya melalui eksperimen lanjut diketahui bahwa model ON-OFF pada ANN yang mereka ajukan adalah kurang tepat. Kenyataannya, neuron memiliki karakteristik yang sangat nonlinear yang tidak hanya memiliki keadaan ON-OFF saja dalam aktifitasnya. Walau demikian, McCulloch akhirnya dikenal sebagai orang kedua setelah Turing yang gigih mendalami bidang kecerdasan buatan dan rekayasa mesin cerdas. Perkembangan ANN sempat mengalami masa redup pada tahun 1970-an. Baru kemudian pada pertengahan 1980-an ide ini kembali banyak dikaji oleh para peneliti.
Kendati mereka meraih sukses dalam pembuktian aplikasinya, pada akhirnya melalui eksperimen lanjut diketahui bahwa model ON-OFF pada ANN yang mereka ajukan adalah kurang tepat. Kenyataannya, neuron memiliki karakteristik yang sangat nonlinear yang tidak hanya memiliki keadaan ON-OFF saja dalam aktifitasnya. Walau demikian, McCulloch akhirnya dikenal sebagai orang kedua setelah Turing yang gigih mendalami bidang kecerdasan buatan dan rekayasa mesin cerdas. Perkembangan ANN sempat mengalami masa redup pada tahun 1970-an. Baru kemudian pada pertengahan 1980-an ide ini kembali banyak dikaji oleh para peneliti.
Sementara itu, metoda lain dalam AI yang sama
terkenalnya dengan ANN adalah Fuzzy Logic (FL) untuk selanjutnya ditulis
sebagai FL. Kalau ANN didisain berdasarkan kajian cara otak biologis
manusia bekerja (dari dalam), maka FL justru merupakan representasi dari
cara berfikir manusia yang nampak dari sisi luar. Jika ANN dibuat
berdasarkan model biologis teoritis, maka FL dibuat berdasarkan model
pragmatis praktis. FL adalah representasi logika berpikir manusia yang
tertuang dalam bentuk kata-kata.
Kajian saintifik pertama tentang logika berfikir manusia ini dipublikasikan oleh Lukazewicz, seorang filsuf, sekitar tahun 1930-an. Ia mengajukan beberapa representasi matematik tentang kekaburan (fuzziness) logika ketika manusia mengungkapkan atau menyatakan penilaian terhadap tinggi, tua dan panas (tall, old, & hot). Jika logika klasik hanya menyatakan 1 atau 0, ya atau tidak, maka ia mencoba mengembangkan pernyataan ini dengan menambahkan faktor kepercayaan (truth value) di antara 0 dan 1.
Di tahun 1965, Lotfi Zadeh, seorang profesor di University of California, Berkeley US, mempublikasikan papernya yang terkenal, Fuzzy Setsï. Penelitian-penelitian tentang FL dan fuzzy system dalam AI yang berkembang dewasa ini hampir selalu menyebutkan paper Zadeh itulah sebagai basis pijakannya. Ia mampu menjabarkan FL dengan pernyataan matematik dan visual yang relatif mudah untuk dipahami. Karena basis kajian FL ini kental berkaitan dengan sistem kontrol (Zadeh adalah profesor di bidang teknik elektro) maka pernyataan matematiknya banyak dikembangkan dalam konteks pemrograman komputer.
Kajian saintifik pertama tentang logika berfikir manusia ini dipublikasikan oleh Lukazewicz, seorang filsuf, sekitar tahun 1930-an. Ia mengajukan beberapa representasi matematik tentang kekaburan (fuzziness) logika ketika manusia mengungkapkan atau menyatakan penilaian terhadap tinggi, tua dan panas (tall, old, & hot). Jika logika klasik hanya menyatakan 1 atau 0, ya atau tidak, maka ia mencoba mengembangkan pernyataan ini dengan menambahkan faktor kepercayaan (truth value) di antara 0 dan 1.
Di tahun 1965, Lotfi Zadeh, seorang profesor di University of California, Berkeley US, mempublikasikan papernya yang terkenal, Fuzzy Setsï. Penelitian-penelitian tentang FL dan fuzzy system dalam AI yang berkembang dewasa ini hampir selalu menyebutkan paper Zadeh itulah sebagai basis pijakannya. Ia mampu menjabarkan FL dengan pernyataan matematik dan visual yang relatif mudah untuk dipahami. Karena basis kajian FL ini kental berkaitan dengan sistem kontrol (Zadeh adalah profesor di bidang teknik elektro) maka pernyataan matematiknya banyak dikembangkan dalam konteks pemrograman komputer.
Metoda AI lain yang juga berkembang adalah
algorithma genetik (genetic algorithm, GA) untuk selanjutnya disebut
sebagai GA. Dalam pemrograman komputer, aplikasi GA ini dikenal sebagai
pemrograman berbasis teori evolusi (evolutionary computation, EC) untuk
selanjutnya disebut sebagai EC. Konsep EC ini dipublikasikan pertama
kali oleh Holland (1975). Ia mengajukan konsep pemrograman berbasis GA
yang diilhami oleh teori Darwin. Intinya, alam (nature), seperti
manusia, memiliki kemampuan adaptasi dan pembelajaran alami tanpa perlu
dinyatakan: apa yang harus dilakukan. Dengan kata lain, alam memilih
kromosom yang baik secara buta alami. Seperti pada ANN, kajian GA juga
pernah mengalami masa vakum sebelum akhirnya banyak peneliti memfokuskan
kembali perhatiannya pada teori EC.
GA pada dasarnya terdiri dari dua macam mekanisme, yaitu encoding dan evaluation. Davis (1991) mempublikasikan papernya yang berisi tentang beberapa metoda encoding. Dari berbagai literatur diketahui bahwa tidak ada metoda encoding yang mampu menyelesaikan semua permasalahan dengan sama baiknya. Namun demikian, banyak peneliti yang menggunakan metoda bit string dalam kajian-kajian EC dewasa ini.
GA pada dasarnya terdiri dari dua macam mekanisme, yaitu encoding dan evaluation. Davis (1991) mempublikasikan papernya yang berisi tentang beberapa metoda encoding. Dari berbagai literatur diketahui bahwa tidak ada metoda encoding yang mampu menyelesaikan semua permasalahan dengan sama baiknya. Namun demikian, banyak peneliti yang menggunakan metoda bit string dalam kajian-kajian EC dewasa ini.
Komentar
Posting Komentar